Jika kita mendengar nasehat dari kakek nenek, "Nak jangan duduk didepan pintu, nanti jauh jodoh lho". Perkataan itu sering kita dengar dari kakek nenek. Biasanya penuturan tersebut dihubungkan dengan pamali.
Ditanah jawa terutama banyak dikenal istilah pamali. Penuturan semacam itu jaman sekarang dianggap sebagai omong kosong yang tak memiliki makna dalam atau mitos.
Namun, jika direnungkan dan kita rela tenggelam pada masa lampau, kita akan menemukan banyak hal yang manarik.
Jika kita tengok kembali masa lampau, ketika banyak teknologi yang ada jaman sekarang belum terlahir pada masa itu. Budaya dan adat merupakan sesuatu yang sakaral. Misalnya saja seorang yang naik sepeda kayuh melewati rumah gurunya, mereka rela turun dari sepeda kayuh dan menuntun sepedanya. Hal itu dilakukan walau sang guru tak tampak dirumah. Itulah bentuk penghormatan yang dilakukan terhadap guru.
Ekstrim memang jika jaman sekarang masih ada budaya seperti itu, paling paling nanti dianggap sebagai feodal. Padahal itulah budaya luhur yang seharusnya dilestarikan.
Lalu apa kaitanya dengan larangan duduk di depan pintu? kenapa kaitanya dengan susah jodoh? Pada masa lalu seorang lelaki sangat menghargai wanita yang misterius dan tertutup. Itulah sebabnya jaman dulu dikenal istilah wanita pingitan. Wanita pingitan jika diartikan secara bebas, wanita pingitan adalah seorang wanita yang oleh orangtuangya dijaga dengan ketat, dipelihara dengan baik, diberi pendidikan yang relevan untuk kehidupan berkeluarga. Wanita pingitan juga dikenal sebagai wanita yang yang suci dalam pergaulan tidak gampangan dan hati hati dalam memilih teman. Secara umum wanita pingitan adalah wanita yang tak pernah tersentuh oleh lelaki.
seorang lelaki pada masa itu tidak suka dengan seorang gadis yang suka memamerkan kecantikanya. Seorang suka memamerkan kecantikan kepada banyak orang, dicap sebagai wanita murahan, image itu yang dihindari oleh kebanyakan gadis pada masa itu.
Nah, jika ada seorang gadis yang suka duduk di dapan pintu, itu artinya dia akan dipanadang oleh banyak orang yang lewat didepan rumahnya. Sehingga si gadis dapat cap yang kurang baik. Sehingga kebanyakan pemuda juga akan memandang rendah sang gadis.
Jika dibandingkan dengan masa ini, banyak sekali sosial media yang dimanfaatkan untuk memajang foto. Banyak pula gadis yang sengaja memamerkan bagian tubuh yang seharusnya tertutup. Mungkin inilah yang dinamakan dengan penurunan moral. Pada jaman dulu seorang dianggap sangat berharga ketika dapat menyembunyikan (menjaga) bagian tubuh dari pandangan orang. Saat ini, malah berlomba lomba untuk memamerkanya.
Tinjauan agama memberikan batasan yang jelas mengenai bagian tubuh wanita yang boleh dipandang dan bagian yang harus tertutup. Mungkin beda dengan pandangan budaya, budaya jawa tidak memberi batasan kusus mengenai hal itu. Namun, seraca prinsip tujuan agama dan budaya sejalan. Yaitu untuk melindungi dan menaikkan derajat manusia (khususnya wanita).
Ada pula yang memiliki kebiasaan buruk lain, hal ini biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga yang notabene memiliki waktu luang, biasanya mereka duduk dipinggir jalan dan ngerumpi. Jika diperhatikan, duduk didepan pintu saja kurang etis, ini malah duduk dipinggir jalan, sambil ngerumpi lagi. Mungkin mereka tidak berpikir jauh dan bijak, namun, efeknya adalah banyak yang terganggu dengan aktifitas mereka.